Agustus 04, 2012

Life, Strive, Style and Choices

Aku baru pulang dari sebuah reuni gereja orang tuaku dulu di Berlin, yang tentu saja berisi orang-orang yang sudah sepuh (bahasa eloknya ABG atau anak baru gocap, kata salah seorang teman mamaku =) ), reuni ini bukan terjadi begitu aja, tapi karena syukuran grand opening resto baru teman mamaku di Puncak. Om ini sangat sukses, dia membuka perusahaan yang memproduksi susu dan dairy products, sosis, dan saat ini melebarkan sayap bisnis ke tahu, yang higienis dan terjamin tanpa formalin.
Jadi ini adalah sebuah reuni, sebuah syukuran dan sharing kesaksian tentang berkat yang diterima pasangan suami istri yang telah melalui berbagai kesulitan gonjang ganjing ekonomi karena krisis tahun 1998.
Tapi iman dan rencana yang dibawa ke hadapan Tuhan Yesus oleh pasangan suami istri ini membawa hasil yang membanggakan dan bahkan bisa menyerap banyak tenaga kerja (my dream banget deh..).
Di samping itu mereka juga menceritakan pengalaman selamat dari maut ketika berencana pergi ke Nepal pada 24 September 2012 untuk menjelajah Himalaya. Ketika itu sebelum berangkat meski istrinya ndak minat pergi ke Nepal, Om saya ini teguh mau pergi. Om ini sempat ada masalah sakit gigi yang ajaibnya tiba-tiba hilang lagi, tapi yang benar2 menggulingkan niat Om ini adalah gempa bumi Nepal beberapa hari sebelum seat yang di-booking harus dibayar. Berita gempa ini didapatnya dari temannya yang tinggal di Nepal, dan mendengar kabar ini dia mengasumsi akan adanya aftermath gempa seperti kesulitan air atau gangguan jaringan listrik dan telekomunikasi. Sehingga akhirnya orang marketing Buddha Air yang gigih mempertanyakan Om ini harus kecewa karena tidak dibayar. Alih2 pergi ke Nepal, akhirnya mereka ke Bali pada saat itu. Dan pada esok harinya Tante menemukan kabar jatuhnya pesawat Buddha Air, 25 September 2011, satu2nya pesawat yang pergi ke Nepal setiap hari dengan nomor penerbangan yang sama dan semua penumpang pesawatnya tewas, http://id.wikipedia.org/wiki/Buddha_Air_Penerbangan_103
Itu kebaikan dan anugrah Tuhan sehingga mereka selamat dari kecelakaan itu dan tentunya sebuah rencana sehingga Om dan Tante ini masih bisa memuliakan nama-Nya sampai saat ini. Haleluya=)

Beralih dari cerita luar biasa tentang Om pengusaha resto ini.. semua teman mamaku juga adalah orang-orang sukses dalam bidang usahanya masing-masing.
Sehingga, dapat Anda bayangkan, ketika mereka saling bertemu dengan membawa anak mereka..(dimana aku salah satunya) mereka akan menceritakan kehebatan mereka masing2. Meski bukan dengan gaya menyombongkan diri namun ada sebuah indikasi bahwa kita harus melakukan hal yang sama....menceritakan kisah sukses.. krik-kriik-kriiik (jangkrik berbunyi dulu kalau suruh aku ngomong). Dan dengan sebuah setting resto baru yang megah yang pemiliknya menjamu kita secara khusus sebelum opening pada tanggal 8 Agustus ini dan dengan latar belakang orang-orang yang semuanya rata-rata kuliah di luar negeri, dan sedikit diantaranya yang aku kenal..rasanya susah buat ice-breaker untuk start a chat, walau aku suka sok akrab juga dikit2.. hyahaha. Manalagi semua anak muda menampilkan ke-trendiannya dengan menenteng i-pad, BB dan Galaxy tab kemana2 ((aku masih menabung untuk peningkatan gadget))..rasanya jadi susah memulai percakapan karena aku gk melihat sebuah kesamaan sama sekali dengan mereka..((apa yang mau diomongin..?)). Akhirnya aku merasa hanya bisa berbicara dengan beberapa dari antara mereka, yang sepertinya enak diajak bicara. Mungkin sambil menulis ini aku harus introspeksi, karena akibat memikirkan terlalu banyak tentang apa yang harus dibicarakan dan terganggu sentimen kecil aku jadi kaku dan gk bisa ngomong. Tapi dari sini aku sadar, gadget seperti sebuah pertolongan pertama pada saat krisis bahan omongan karena bisa minta difoto atau kasih liat video atau semacamnya..dengan kata lain pamer..untuk mencairkan suasana. With or without the intention to do so..